Pariwisata Tambrauw Papua Barat Butuh 4 Pilar Ini untuk Lebih Dikenal

Liputan6.com, Jakarta Kabupaten Tambrauw, Papua Barat punya potensi untuk dikembangkan jadi daerah pariwisata. Tambrauw yang merupakan daerah konservasi membutuh 4 pilar pariwisata agar bisa maju.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Events) Kemenparekraf Rizki Handayani, usai FGD Pola Perjalanan Birdwatching di Kabupaten Tambrauw, Selasa (18/08/2020), di Sorong, Papua Barat.

“Pariwisata itu memiliki 4 pilar, yaitu Produk, SDM, Industri Pariwisata, dan yang terakhir Pemasaran. Semua terkait. Misalnya kalau semua dibenahi tapi marketnya tidak ya percuma, siapa yang mau datang. Makanya kita harus simultan,” ujarnya seperti rilis yang diterima Liputan6.com.

Untuk itu, Rizki Handayani menilai perlunya pemetaan wisatawan.

“Misalnya saat ini susah untuk menjaring wisatawan mancanegara, berarti kita kejar wisatawan domestik. Tapi diperjelas lagi, domestik itu wisatawan asal Papua atau luar Papua,” katanya.

Perlu Dipromosikan

Rizki Handayani menegaskan, kondisi dan keunggulan Tambrauw pun perlu diinformasikan, disosialisasikan. Karena, Tambrauw memang memiliki potensi.

“Dalam ekowisata yang dilakukan di Tambrauw, ada prinsip edukasi dan konservasi. Kita akan cari wisatawan yang bisa di-educate, seperti generasi milenial. Karena mereka yang akan menjadi influencer. Mungkin komunitas, atau lainnya. Makanya kita juga perlukan masukan,” katanya.

Sementara Bupati Tambrauw Gabriel Asem, mengatakan salah satu yang harus dibenahi untuk mendukung pariwisata di Tambrauw adalah infrastruktur.

“Salah satunya jalan ruas nasional sepanjang 30 km dari Sorong ke Tambrauw yang butuh percepatan perbaikan,” katanya.

Potensi Berbeda

Menurutnya, Tambrauw dan Raja Ampat punya potensi yang berbeda. Jika Raja Ampat punya pantai, Tambrauw punya alam, seperti hutan dan gunung, karena daerah konservasi.

“Wisatawan peminat birdwatching sangat banyak, termasuk juga wisata pegunungan. Karena Tambrauw wilayah konservasi, berarti kita menikmati jasa lingkungan, dan itu adalah pariwisata. Ada hutan adat, desa adat dan itu menjadi bagian pariwisata,” jelasnya.

Menurut Bupati Gabriel, jika kita bicara konservasi, berarti bicara masyarakat adat. Karena masyarakat adat yang punya hutan. Ditambahkannya, pemerintah mengatur hak kepemilikan menjadi jelas sehingga tidak ada konflik kepentingan.

 

Sumber : https://www.liputan6.com